Pernah
pada suatu waktu aku berpikir Tuhan tak adil. Dilahirkan sebagai anak kedua
dalam keluarga, ajaibnya wajahku berbeda dengan kedua saudara perempuanku. Aku duplikat
wajah mama sementara kakak adikku seperti kembar. Aku terasa asing di keluarga
ini. terlebih mendengar celoteh sekitar. Kok enggak mirip? *asah penggaris.
Menjadi
anak kedua, berarti mewarisi bekas kakak. buku pelajaran, baju, dan beberapa
hal lain yang khas diturunkan kakak ke adik. Selain mendapat ‘warisan’,
memiliki kakak cantik dan pintar sangat sulit. Setiap saat selalu siap untuk
dibandingkan. Kakaknya selalu juara kelas sedangkan aku tak pernah menyentuh
angka 3 besar. Lagi-lagi suara sumbang berkata, “Beda ya ama kakaknya. Kalau
kakaknya … .” *asah cutter.
Hal
tersulit adalah ketika Ayah memutuskan menikah lagi. Aku akan memiliki ibu
tiri! Sedangkan Mama belum sampai setahun berbaring di dalam tanah. Jiwa remaja
yang baru beberapa bulan berseragam abu
putih bergolak. Hidup ini tak adil! Kemarin Tuhan mengambil mamaku,
sekarang aku harus berbagi ayah dengan
orang lain.